![]() |
| Asep Agustian, SH., MH. |
KARAWANG — Kasus korupsi PD Petrogas Persada Karawang dengan terdakwa mantan Direktur Utama Giovanni Bintang Rahardjo (GBR) kembali menuai sorotan publik. Meski Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung telah menjatuhkan vonis dua tahun penjara, perkara ini dipastikan belum berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang resmi mengajukan banding atas putusan tersebut. Langkah banding ini mendapat perhatian dari praktisi hukum dan pengamat kebijakan, Asep Agustian, SH., MH.
Asep Agustian mengapresiasi langkah banding yang ditempuh JPU Kejari Karawang. Menurutnya, banding merupakan hak kejaksaan dalam rangka mencari keadilan yang lebih proporsional.
“Saya apresiasi Kajari sekarang dan timnya yang melakukan upaya banding. Itu memang hak lembaga kejaksaan,” ujar Asep Agustian, Selasa (23/12/2025).
Namun demikian, pria yang akrab disapa Askun itu menyoroti sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus korupsi PD Petrogas Karawang, khususnya terkait penyitaan dividen perusahaan senilai Rp101 miliar yang sempat dipamerkan ke publik oleh Kejari Karawang sebelumnya.
Askun mempertanyakan kejelasan kerugian negara dalam perkara tersebut. Ia menilai, sejak awal penyidik tidak fokus mengejar aliran dana Rp7,1 miliar yang disebut-sebut telah dinikmati terdakwa GBR.
“Seharusnya yang dikejar itu Rp7,1 miliar. Uang itu larinya ke mana, dalam bentuk apa. Tapi justru yang disita dividen Rp101 miliar yang sebenarnya bukan kerugian negara,” tegasnya.
Menurut Askun, penyitaan dividen PD Petrogas Persada Karawang tersebut berdampak serius terhadap operasional perusahaan daerah. Hingga kini, dana tersebut belum bisa digunakan karena perkara masih berproses di tingkat banding.
“Akibatnya, kinerja PD Petrogas terganggu. Bahkan pemilihan direksi baru belum bisa dilakukan karena alasan keterbatasan anggaran operasional,” katanya.
Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Karawang itu juga menyebut penyitaan dana Rp101 miliar cukup dilakukan dengan pemblokiran rekening, bukan disita sebagai barang bukti.
“Kalau takut disalahgunakan, cukup diblokir. Ini uang diam di bank, bukan hasil korupsi,” ujarnya.
Selain itu, Askun juga mempertanyakan vonis tunggal terhadap GBR tanpa adanya tersangka lain. Ia menilai tidak lazim kasus korupsi dengan nilai besar hanya melibatkan satu pelaku tanpa upaya pemulihan kerugian negara yang jelas.
“Kalau uang pengganti Rp5,1 miliar tidak bisa dibayar karena aset terdakwa tidak ada, lalu negara dapat apa? Ini yang sejak awal saya nilai sebagai kejanggalan,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Dedy Irwan Virantama, menegaskan bahwa banding diajukan karena vonis dua tahun penjara dinilai belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
“JPU akan melakukan upaya banding karena putusan tersebut belum mencerminkan rasa keadilan,” kata Dedy.
Ia menambahkan, proses banding sepenuhnya menjadi kewenangan majelis hakim tingkat banding dan diperkirakan memakan waktu sekitar empat bulan hingga putusan dijatuhkan. (*)

0 Komentar